Jarak
antara asrama ISBA JAYA-Kampus Al Azhar lumayan jauh cukup memakan waktu
sekitar 2 jam itu pun jika jalanan tidak bermacet ria, kalo macet. alamak. Hanya bisa bersabar. Sehingga harus berjuang berangkat pagi-pagi
kalau ada kelas pagi, ini juga merupakan solusi dari Jokowi (Gubernur Jakarta
sekarang) ketika ditanya apa solusi dari kemacetan Jakarta ini dengan mudah beliau menjawab “Ya berangkatlah
pagi-pagi”. Stuck. Ok fine.
Hampir
7 semester saya masih setia dengan rutinitas berangkat pagi dan terlebih
istimewa dengan kopaja 63 Depok-Blok M yang mana armadanya sedikit namun
penumpangnya ramai bisa dikatakan 1:6 (perhitungan versi saya). Padat bukan?
Parah malah. Setiap hari untuk berangkat saya hampir tidak pernah mendapatkan
kursiya mau tidak mau berdiri dan itu pun pada sehingga tanpa celah penumpang
satu sama lain. Pantat bertemu pantat. Keringat peduli amat. Berdiri pun
tiduran untung gak sampai ngorok guys (amit dah). Pulangnya si duduk tapi tetap
sama padat.dan dijalan merayap kalau pun lancar paling cepat itu 1 jam. Syukur-syukur
gak hujan, demo dan apapun pemicu terjadinya macet.
Dan
saya pun berpikir dan mulai jenuh dengan rutinitas tersebut. Saya ingin merasakan
ketenangan dan suasana baru dengan sedikit berada diperjalanan karena pernah
saya dengar kalimat ini “ Hidup di Jakarta itu tua dijalan” tu kan parah. So, saya tidak mau tua dijalan
dong. dan ini juga berpengaruh dengan efisiensi dan efektifitas saya (*bijak management).
maka dari itu sudah seminggu ini saya memilih berangkat dengan Commuterline. Apakah ini lebih cepat?
Pastinya, saya hanya menghabiskan waktu sekitar 45 menit kalau normal. Efektif
kan? Ya, Terus apakah lebih murah? Ohoo, tidak hanya mahal empat ribu rupiah
tapi selagi ada budget tak apalah. Waktu adalah uang, bukan waktu menghabiskan
uang (quote penyemangat) dan lagi apakah saya duduk manis di Commuterline? Ini pertanyaan yang saya
jawab tidaaaak (teriak sekuat-kuatnya). Di Commuterline
saya harus lebih berdesakan, lebih, lebih, dari kopaja cuma rela saja
berdesakan karena Cuma 20 menit.
Tangguh. Merantau di Jakarta.
Belajar
dari sesaknya Commuterline yang
setiap hari-kini saya rasakan sangat banyak. Berdesakan banyakorang menghindar
ini berpikir secara rasional pun begitu. Saya juga berpikir begitu tetapi saya
lebih tidak mau jika tua dijalan, hahaha. Back to the topic..belajar? dimulai dari jadwal keberangkatan Commuterline, membuat saya lebih menghargai waktu, on time atau tidaknya, saya sudah
mengetahui jadwal setiap keberangkatannya yang diinformasikan oleh petugas
distatsiun, misalnya pagi itu jam setengah tujuh kereta sudah datang dan saya
harus berangkat dari asrama jam enam lewat 20 menit, lima menit perjalanan
kestasiun dan 3 menit isi ulang tiket dan 2 menit menuggu kereta. Disiplin waktukan,yupss benar sekali.
Selanjutnya
perjuangan masuk dalam sesaknya kereta. Jarang sekali kereta tidak sesak
apalagi jam kerja atau hari kerja. Busyet dah lauatan manusia didalam Commuterline. Perjuangan masuknya itu
butuh niat, nekat, tekad dan gesit.
Karena apa?, karena kondisi penumpang yang adat yang hanya menyisakan 2 space untuk penumpang yang menunggu
bersama saya sekitar 15 orang per pintu gerbong, kebayangkan begitu padatnya. Nah,
ini juga bisa saya katakan berkompetisi.
Jadi, saya harus nekat dan gesit. Kalau kita tidak nekat dan gesit so, sampai
jam 11 pun gak bakal berangkat dong kita.
Berhasil
masuk dan Commuterline jalan dan masih berhenti juga distatiun selanjutnya
ada 7 stasiun yang akan mengambil penumpang juga dan yang dirasakan penumpang
tersebut sama masih berkompetisi masuk dan yang terjadi didalam tersebut adalah
berbagi space lebih berdesakan, jaga
kerapian anda,haha, jika pas turun masih
mau rapi. Dalam Commuterline saya
mencoba mengambil hal positif coba memperhatikan tingkah laku,habit penumpang
lainnya, saya bukan bermaksud usil gitu tetapi saya berpikir apa yang saya
dapat pelajari dari dalam Comuterline?
Ternyata banyak hal. Saya memperhatikan habit/karakter
sekilas penumpang yang bis dibilang ada
yang hedonis,jutek, rempong, gap, resek, banyak lagi. hahaha. Ada yang sibuk
dengan masing-masing gadgetnya, mengotak atik planbook, agendanya, schedulenya,
ada juga yang care gitu. Nah, pelajarannya
yang bisa saya ambil saya hidup di Ibu kota itu keras dan harus punya mental dengan keragaaman karakter yang
ada disekitar kita. Kemudian turun pun penuh perjuangan dan harus mengerti taktik nya, bagaimana? Ya kalau kita mau turun harus satu stasiun
sebelumnya kita sudah mulai bertukar tempat/posisi dengan penumpang yang dekat
dengan pintu, jangan menuggu sampai stasiun dimana kita turun kalau tidak
jangan harap bisa turun distasiun tersebut. Bye aja. Terus bagi yang tidak mau
turun jangan berada didekat pintu turun karena bakan kedorong keluar dan ikutan
turun tetapi ga turun distasiun tujuan. Jadi harus ngerti taktik. Nah, perjuangan
selesai? Belum kawan karena saya turunnya distasiun Sudirman yang merupakan
stasiun yang paling padat penumpang sehingga pas turun kita bisa melihat lautan
manusia yang keluar dari Commuterline.
Hal ini yang mengharuskan kita tetap berjuang juga untuk naik kepintu keluar
stasiun. Berdesakan lagi, gesit lagi. Sampai pintu keluar bernapaslah
selega-leganya. Perjuangan naik-turun Commuterline
selesai. Lanjutkan aktivitas kita semua. Belajar dikampus. Bekerja dikantor.
30-45 menit penuh perjuangan sehingga kita mendapatkan hidup kita efisien dan
efektif dari pada tua dijalan:p. semangat pagi!!!
0 komentar:
Posting Komentar