Rabu, 11 Desember 2013

Belajar dari Sesaknya Commuterline Bogor-Tn.Abang

Diposting oleh Unknown



Jarak antara asrama ISBA JAYA-Kampus Al Azhar lumayan jauh cukup memakan waktu sekitar 2 jam itu pun jika jalanan tidak bermacet ria, kalo macet.  alamak. Hanya bisa bersabar.  Sehingga harus berjuang berangkat pagi-pagi kalau ada kelas pagi, ini juga merupakan solusi dari Jokowi (Gubernur Jakarta sekarang) ketika ditanya apa solusi dari kemacetan Jakarta ini  dengan mudah beliau menjawab “Ya berangkatlah pagi-pagi”. Stuck. Ok fine.
Hampir 7 semester saya masih setia dengan rutinitas berangkat pagi dan terlebih istimewa dengan kopaja 63 Depok-Blok M yang mana armadanya sedikit namun penumpangnya ramai bisa dikatakan 1:6 (perhitungan versi saya). Padat bukan? Parah malah. Setiap hari untuk berangkat saya hampir tidak pernah mendapatkan kursiya mau tidak mau berdiri dan itu pun pada sehingga tanpa celah penumpang satu sama lain. Pantat bertemu pantat. Keringat peduli amat. Berdiri pun tiduran untung gak sampai ngorok guys (amit dah). Pulangnya si duduk tapi tetap sama padat.dan dijalan merayap kalau pun lancar paling cepat itu 1 jam. Syukur-syukur gak hujan, demo dan apapun pemicu terjadinya macet.
Dan saya pun berpikir dan mulai jenuh dengan rutinitas tersebut. Saya ingin merasakan ketenangan dan suasana baru dengan sedikit berada diperjalanan karena pernah saya dengar kalimat ini “ Hidup di Jakarta itu tua dijalan”  tu kan parah. So, saya tidak mau tua dijalan dong. dan ini juga berpengaruh dengan efisiensi dan efektifitas saya (*bijak management). maka dari itu sudah seminggu ini saya memilih berangkat dengan Commuterline. Apakah ini lebih cepat? Pastinya, saya hanya menghabiskan waktu sekitar 45 menit kalau normal. Efektif kan? Ya, Terus apakah lebih murah? Ohoo, tidak hanya mahal empat ribu rupiah tapi selagi ada budget tak apalah. Waktu adalah uang, bukan waktu menghabiskan uang (quote penyemangat) dan lagi apakah saya duduk manis di Commuterline? Ini pertanyaan yang saya jawab tidaaaak (teriak sekuat-kuatnya). Di Commuterline saya harus lebih berdesakan, lebih, lebih, dari kopaja cuma rela saja berdesakan karena Cuma 20 menit.  Tangguh. Merantau di Jakarta.
Belajar dari sesaknya Commuterline yang setiap hari-kini saya rasakan sangat banyak. Berdesakan banyakorang menghindar ini berpikir secara rasional pun begitu. Saya juga berpikir begitu tetapi saya lebih tidak mau jika tua dijalan, hahaha. Back to the topic..belajar?  dimulai dari jadwal keberangkatan Commuterline,  membuat saya lebih menghargai waktu, on time atau tidaknya, saya sudah mengetahui jadwal setiap keberangkatannya yang diinformasikan oleh petugas distatsiun, misalnya pagi itu jam setengah tujuh kereta sudah datang dan saya harus berangkat dari asrama jam enam lewat 20 menit, lima menit perjalanan kestasiun dan 3 menit isi ulang tiket dan 2 menit menuggu kereta. Disiplin waktukan,yupss benar sekali.
Selanjutnya perjuangan masuk dalam sesaknya kereta. Jarang sekali kereta tidak sesak apalagi jam kerja atau hari kerja. Busyet dah lauatan manusia didalam Commuterline. Perjuangan masuknya itu butuh niat, nekat, tekad dan gesit. Karena apa?, karena kondisi penumpang yang adat yang hanya menyisakan 2 space untuk penumpang yang menunggu bersama saya sekitar 15 orang per pintu gerbong, kebayangkan begitu padatnya. Nah, ini juga bisa saya katakan berkompetisi. Jadi, saya harus nekat dan gesit. Kalau kita tidak nekat dan gesit so, sampai jam 11 pun gak bakal berangkat dong kita. 
Berhasil masuk  dan Commuterline jalan dan masih berhenti juga distatiun selanjutnya ada 7 stasiun yang akan mengambil penumpang juga dan yang dirasakan penumpang tersebut sama masih berkompetisi masuk dan yang terjadi didalam tersebut adalah berbagi space lebih berdesakan, jaga kerapian anda,haha,  jika pas turun masih mau rapi. Dalam Commuterline saya mencoba mengambil hal positif coba memperhatikan tingkah laku,habit penumpang lainnya, saya bukan bermaksud usil gitu tetapi saya berpikir apa yang saya dapat pelajari dari dalam Comuterline? Ternyata banyak hal. Saya memperhatikan  habit/karakter sekilas  penumpang yang bis dibilang ada yang hedonis,jutek, rempong, gap, resek, banyak lagi. hahaha. Ada yang sibuk dengan masing-masing gadgetnya, mengotak atik planbook, agendanya, schedulenya, ada juga yang care gitu. Nah, pelajarannya yang bisa saya ambil saya hidup di Ibu kota itu keras dan harus punya mental dengan keragaaman karakter yang ada disekitar kita. Kemudian turun pun penuh perjuangan  dan harus mengerti taktik nya, bagaimana? Ya kalau kita mau turun harus satu stasiun sebelumnya kita sudah mulai bertukar tempat/posisi dengan penumpang yang dekat dengan pintu, jangan menuggu sampai stasiun dimana kita turun kalau tidak jangan harap bisa turun distasiun tersebut. Bye aja. Terus bagi yang tidak mau turun jangan berada didekat pintu turun karena bakan kedorong keluar dan ikutan turun tetapi ga turun distasiun tujuan. Jadi harus ngerti taktik. Nah, perjuangan selesai? Belum kawan karena saya turunnya distasiun Sudirman yang merupakan stasiun yang paling padat penumpang sehingga pas turun kita bisa melihat lautan manusia yang keluar dari Commuterline. Hal ini yang mengharuskan kita tetap berjuang juga untuk naik kepintu keluar stasiun. Berdesakan lagi, gesit lagi. Sampai pintu keluar bernapaslah selega-leganya. Perjuangan naik-turun Commuterline selesai. Lanjutkan aktivitas kita semua. Belajar dikampus. Bekerja dikantor. 30-45 menit penuh perjuangan sehingga kita mendapatkan hidup kita efisien dan efektif dari pada tua dijalan:p. semangat pagi!!!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Aluna Alanis's Life Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting