Tanjung Pandan-Kampit = 2 Jam
Ketika kita bepergian kesuatu
tempat yang belum pernah kita kunjungi kebanyakan dari kita gak ah takut
nyasar, gak tau jalan, dan banyak lagi alsan yang bagi saya cukup
kekanak-kanakan. Apalagi berpergian sendiri, ah tak banyak lah yang struggle
banget, apalagi cewek banyak lah ketakutan-ketakutan yang bisa diatasi dengan
mudah. Itu menurut saya, tapi seiring perkembangan tentang wisata, traveler,
backpacker ketakutan-ketakutan itu menjadi tantangan sendiri bagi para manusia
nya, termasuk saya.
Perjalanan di Belitung ini banyak
sekali pengalaman-pengalaman yang menarik yang ingin saya bagikan kepada para
kalian yang suka jalan-jalan, apalagi yang suka jalan-jalan sendiri dan cewek
lagi.
Hari ke-3 di Belitung, udah
ngapain aja?? Pertanyaan kawan-kawan kantor saya. Ehhmm, ngapain aja ya, okay I
will tell you all.
Hari ke-3 ini saya ada janji
dengan kepala Disbudpar Tanjung Pandan ini di Tanjung Pendam. Lagi-lagi warung
kopi yang ada di Tanjung Pendam memang mempengaruhi lahirnya ide-ide kreatif
dan menjadi tempat lobi-lobi yang asyik.
Jam 08.00 pagi, saya sudah tiba
disana dan begitu pun beliau. Hari ini kami sama-sama disiplin karena
masing-masing punya agenda yang penting lagi. Eaaa. Memanfaatkan waktu secara
produktif. Pertemuan yang tidak begitu panjang ini, singkat banget malah untuk
membahas perihal bisnis tapi pandai saja membagi waktu dan hasilnya
Alhamdulillah bagus. Pertemuan pun
selesai dengan diakhiri kami berjabat tangan dan keep in touch terus. Hehehe
Sehabis pertemuan itu saya masih
punya agenda gak bersantai-santai. Di Belitung, berbekal motor pinjaman dari
Bang Joni, saya bisa mobile seenak hai sih gak tunggu menunggu bis seperti di
Jakarta. Cuaca pun mendukung sedikit panas belang sudah kulit saya, akibat
menolak tawaran mobil sih. Resiko juga gak punya SIM, sedikit menyedihkan dan
langsung menulis to do list ke Bangka bikin KTP dan SIM.
Hari ini saya akan berkujung ke
tempat sahabat saya Aneisti di Kelapa kampit sudah beda kabupaten yakni
Belitung Timur, banyak lagi sejarah tentang trilogy Laskar Pelangi disana,
Belitung timur.
Tidak ada keraguan, tidak ada
ketakutan untuk saya melakukan perjalan sendiri dengan motor, dan saya belum
pernah kesana tidak tahu jalan juga. Tapi, ka nada plang dan bisa bertanya
juga. Gampanglah, yang penting motor aman, bensin cukup, dan kacamata. Karena
mata saya sedikit sensitive kalau naik motor apalagi kecepatannya sedikit
dipercepat dari biasanya. Biasayanya 60 KM/hour.
Okay, fix saya pun jalan.
Sendiri, ah begini lah backpacker nyambi kerja. Mengikuti arshn dari plang di
jalan saya menuju Kelapa kampit. Kata para orang Belitung aslinya perjalanan
tanjung Pandan-Kampit sekitar 35 menit
normalnya.
Jalan laju terus, gak adayang
trouble saya menikmati single traveling ini. Setiap kampong yang saya lewati
memiliki nama yang unik-unik. Salah satunya Badau, terdapat tempat wisata Batu
Mentas yang mana ada fauna endemic yakni tarsius dalam bahasa Bangka nya
Mentilin. Saya penasaran juga tapi karena ada janji ke kampit dulu belum bisa
singgah.
Pikir saya ini jauh sekali sudah
40 Menit kok gak sampai-sampai, mau nanyak tapi berpikir ah biarlah mungkin
setelah ini dans etelah ini. Ternyata masih belum sampai-sampai juga. Ada plangnya masih terus dan terus. Saya
masih belum bertanya juga.
Mata ku menangkap pemandangan yang
indah, bukit berjejeran masih hijau, namun dikiri kanan jalan banyak kubangan
bekas tambang timah. Ini yang menjadi permasalahan Bangka Belitung yang belum
kunjung selesai. Dan tikungan-tikungan ekstrim dan beradu jalan juga dengan
bis-bis pariwisata yang begitu ramai hari itu.
Kembali mata membaca di plang ‘
Desa Gantung, Desa Pice’ kearah kanan.
Wah, Desa Gantung kan salahsatu latar cerita Laskar Pelangi, pengen
kesana tapi masih ingat tujuan utama, Kampit. Ah nanti sajalah, pikir ku dengan
mengajak sahabat saya mungkin dia lebih seru dengan ia yang menjadi tour guide
gratis saya. Hehehe.
Dan saya belum juga sampai di
kampit, wah saya sedikit panik. Apa saya tersesat ini, tapi dalam hati saya
mungkin setelah desa ini kampit. Tapi teringat kata Monik, Kampit itu sebelum
Manggar, dan Kampit-Manggar pun sekitar 30 menit.
Wah, saya memutar pikiran terus
atau bagaimana?. Tapi saya pun belum bertanya masih saja melaju dan mengikuti
petunjuk plang, sperti sok tahu. Yang jelas sudah 1 jam 15 menit di perjalanan,
pikir saya ini tersesat. Baru saa mau
bertanya didepan sudah ada plangarah kekiri Kelapa Kampit dan arah kekanan
Manggar. Ternyata saya sudah di Manggar. Saya juga bingung, yang tadi kata
Monik, Kampit dulu baru manggar.
Saya batal bertanya, saya terus
saja, sekitar tiga puluh menit saya sampai juga di Kampit dijemput Anes karena
rumah anes masuk gang. Sepanjang perjalanan Manggar-Kampit tadi saya menikmati
danau-danau biru , yakni kubangan bekas tambang, bukit yang berjejer hijau dan
sepanjang perjalanan ramai juga dengan rumah makan dan warung kopi.
Saya tetap menyimpan penasaran
saya, kenapa saya sampai menempuh hampir 2 jam dari Tanjung Pandan-
Kampit. Bercerita –cerita tenyata jalan
kekampit tu ada dua jalan tengah dan jalan jauh. Ya, saya mengambil jalan
jauhnya. Pantesan gitu saya hamper 2 jam. Tadi pas di jalur dua tanjung PAndan
saya terlalu cepat mengikuti plang yang jalan jauhnya, sedangkan jalan tengah
yang sekitar 40 menit masih didepan lagi. Mungkin Tuhan ingin menunjukkan saya
desa-desa yang penuh inspirasi dan menyatakan saya adalah backpacker sejati
menyusuri seluruh jalan-jalan tersebut sesuai dengan arti dari traveler ‘
tukang jalan’, yak an?? Ya deh, biar semangat saya gak luntur begitu saja. Toh,
bnyak hal positif juga yang saya dapatkan.
“Dan disini saya terlalu percaya diri juga namun keberanian yang saya miliki untuk itu tidak semua orang yang punya. Karena hidup itu harus berani, barulah pintu apapun terbuka. Tapi ingat, resikonya kita lah yang menanggung baik atau tidaknya. Peran orang lain mengkritik, menasehat bisa jadi mencibir.” -Miak Natak-
Kalau tidak mengambil jalan jauh
tadi mungkin saya tidak tahu ada jalan tengahnya atau jalan dekatnya, ya gak??
0 komentar:
Posting Komentar