Selamat
malam, wahai penaut rindu
Sampai
saat ini masih menjadi sebuah rasa penasaran ku
Lama
tidak mendengar kabar mu. Berharap selalu ada kabar baik yang bisa kita dengar
satu sama lain. Saling mendoakan kebaikan. Bertanya kabar buan basa-basi ku
namun dengan percaya diri aku memang besar hati ingin tahu kabar mu yang
sesungguhnya. Hati ku selalu mengatakan yang terbaik untuk menghibur rasa
kerinduan yang kian menyeruak. Belum sampai ditengah-tengah isi surat sudah
terbaca sudah inti dari dari surat ku ini. Tapi bukan sekedar kerinduan saja,
aku ingin sekali membagi banyak cerita dengan mu.
Beberapa
bulan lalu ku sampaikan kerinduan ku banyak melalui tulisan ku baik di buku
harian ku dan juga timeline di beberapa akun sosial media punya ku. Ku tak
mengusik mu menyebut nama mu hanya saja terkadang pengandaianku terbaca oleh
bebarapa teman-teman ku yang sempat membaca nya. Terkadang juga aku mencoba
menyelidikmu melalui sisial media mu yang memang kita sudah tidak berteman lagi
karena emosi sesaat tak mengerti juga ku mem-blok akun mu. Ini masalah hati
yang kurang sabar. Tidak menyalahkan mu dan juga aku.
Sesungguhnya,
jarak kita nyata tak ada jalan yang dekat untuk saling menjenguk. Tak menyalahi
kita tak pernah berniat untuk bertemu satu sama lain. Karena perasaan juga
menghitung jarak agar dia tergoda. Memang daratan masih terpijak oleh kaki kita
namun itu bukan usaha yang mesti kita lakukan. Terlalu memaksa saja. Bersabar
mungkin saja cukup.
Tak
terdengar kabar mu, niat ku mengirimi berbagai curahan kerinduan ku melalui
angin-angin malam yang akhir-akhir ini
selalu menemani ku menulis sampai azan subuh. Kayaknya aku terserang insomnia,
tapi semata bukan karena diri mu. Pola tidur ku kembali ke masa tahun kemarin
cukup satu jam saja cukup untuk aku pejamkan mata mu sehingga memimpikan mu
sangat terbatas. Tapi, tidak juga sempat beberapa kali aku tetap memimpikan mu.
Aku menulis apa saja yang ingin aku tulis, tak hanya tentang dirimu. Sepertinya
bulan-bulan ini aku banyak menulis surat untuk Tuhan, shabat-sahabat, dan juga
diri mu. Bukan aku tak punya teman bercerita tapi ini lebih baik. Teman-teman ku layaknya aku
punya kesibukan masing-masing. Kami saling mengerti tidak ada salah paham. Ku
rasa dirmu juga ingin memahamiku dan aku juga begitu.
Bukan
setahun kita tidak berkabar namun sifat burukmu yang membuat rasa kesal ku
belum berubah juga. Menghilang begitu saja, datang pun sama. Tak diantar
pulangnya, datang pun tak dijemput. Terkadang hati kum membuang jauh memikirkan
segala tentang mu. Tapi, aku lelah jika membohongi diri sendiri terlebih aku
mebenci kebohongan untuk diri sendiri. Aku belum cukup mengerti keadaanmu,
apalagi sifat mu yang terbilang aneh juga. Menghilang, datang dengan seenaknya.
Aku ini masih manusia tak punya kekuatan dengan menebak saja tentang mu.
Perasaan mu, perasaan ku buka lah satu. Jadi, aku sendiri kamu pun sendiri. Pengakuan
ku, melebih sifat agresif namun ku membatah hal itu, ku bilang emansipasi tapi
kau diam tak bergeming. Kau pikir aku tak merasa gamang?
Banyak
ku baca buku, mendengar lagu, dan pepatah-pepatah cinta bertepuk sebelah
tangan. Ku membantah, karena aku membaca tentang mu tak bisa kau sembunyi
dengan mudah tentang perasaan mu. Mungkin disaat ku merindu, kau pun begitu
hanya saja jarak dan ke-ego-an mu merajai diri mu. Sudah kamu kalah dan diam.
Tak sekali, tak sebentar membaca ku coba membaca keadaan, menebak perasaan,
meyakini kau menaruh ahrap pada ku. Percaya diri ku sekarang lebih meratui
daripada logika ku. Aku mempercayai percaya diri punya kekuatan sendiri.
Sudahlah
membahas tentang perasaanmu. Aku disini membagi cerita keberadaan namamu,
bayangan mu dihati ku.
Sekarang,
sepertinya kau sibuk dengan berbagai kegiatan semoga saja kegiatan yang
bermanfaat pastinya. Kalau aku sendiri, menyibukkan diri dengan setumpuk
pekerjaan kantor yang kini menjadi bagian besar dari hari-hari ku. Aku
menemukan keluarga baru dari rekan-rekan kerja ku ini, baru kenal memang dan
kami dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Aku disana bisa jadi yang
paling muda, karena baru tiga minggu disana. Aku menimati suasana kerjanya. Aku
tak betah memang jika mesti duduk seharian dikantor. Sesuai dengan posisi ku
disana, aku sering keluar kantor untuk berbagai pertemuan-pertemuan penting
yang diadakan oleh kantor kami. Aku bertemu banyaka orang-orang baru. Terkadang
aku pun sedikit kurang percaya diri tapi ku selalu menambah rasa percaya diri
dengan membaca buku pengembangan diri dan mendengar petuah-petuah mentor-mentor
terbaik ku.
Tak
hanya menyibukkan diri pada pekerjaan dikantor, aku mengambil les bahasa Jerman
yang membuat kepala berdenyut dengan penyebutan kosa kata yang agak sulit lidah
ku ucapkan, aku juga menyempatkan diri untuk menulis karena salahsatu tobe list
tahun ini ingin menerbitkan satu buku dengan genre apapun. Aku juga mulai
banyak mengikuti workshop kepenulisan,
bertemu komunitas penulis, hingga penulis-penulis best seller. Banyak
belajar dari mereka, kenyataannya aku belum memmpunyai apap-apa tentang
menulis. Semangat ku besar sehingga keberanian menulis begitu besar. Sudah
bebera bab namun masih jauh dari selesai. Butuh perjuangan besar.
Tahun
ini aku belum wisuda untuk gelar sarjana teknik ku yang selalu aku dambakan,
karena beasiswa ku untuk semester ini tidak diadakan kampus. Bukan aku menyrah,
namun kenyatannya aku harus berjuang untuk mebayar sendiri dengan bekerja
dahulu untuk satu semester ini. Disela-sela menunggu aku berangkat melanjutkan
master ku di Jerman tahun 2015. Semua jalan Tuhan yang mengatur tinggal kita melewati
jalan yang mana.
Akhir
pekan aku mengikuti berbagai seminar, event dari komunitas khusunya berhubungan
dengan kepemudaan dan isu lingkungan. Masih bertemu dengan teman-teman dari
berbagai komunitas. Aku masih aktif di penguyuban tercinta yaitu ISBA JAYA.
Kami banyak program terakhir pendirian pondok mimpi. Oh iya, kemarin juga
dengan hobi baru ku backpacking. Aku dan Nana berhasil backpacking ke Mentok
kemudian Nana juga berhasil backpacking edisi ke-2 kembali. Itu lah hobi baru
kami yang semoga selalu menginpirasi. Aku banyak bercerita, bagaimana dengan
mu?
Sampai
saat ini, hati ku pun belum berlabuh kemana pun. Aku masih berteman dengan
teman-teman laki-laki ku. Kami bersahabat, bercerita juga namun sepertinya
mereka juga sibuk layaknya kau. Sering mendapat pertanyaan tentang keberadaan
mu, aku tak menjawab yang aneh-aneh cukup dengan sesungging senyum ku ynag
ikhlas. Mereka diam setelah itu. Bukan aku menghindar namun takut saja jawaban
ku melebih-lebih.
Malam
kemarin, sempat mengirimkan SMS pada Ratna kami merencanakan ke Jogja, ah ku
pikir ke Jogja. Jogja yang penuh menyimpan rahasia mu. Kota jogja yang penuh
kerinduan, mungkin saja Tuhan menciptakan kota itu penuh dengan kerinduan
hingga ia menjadi kota romantis yang sudah ku kujungi. Berbahagialah kamu yang
setiap ahri menghirup udara kerinduan itu. Tapi, begitu lama kau menyadari
kerinduan itu. Ya, kami merencakan kesana bukan untuk menyumbang kegalauan
setelah pulang dari jogja untuk Jakarta ini. Tapi mencari udara penaut-penaut
rindu di Kota itu. Kami ingin menumpah rindu pada lorong-lorong jalan malioboro
yangtemaram saat malam minggu. Dan masih banyak tempat di Kota ini yang pebuh
inspirasi dan cocok untuk menumpahkan kepenatan kami dari Jakarta ini. Masih
rencana.
Sudah
hampir tiga lembar, bukan surat cinta apalagi surat tuntutan atau permohonan.
Ini berisi curahan kerinduan ku akan bercerita pada mu yang sudah lama tidak
kita lakukan dikarenakan berbagai alasan. Wah, saya harus pulang kerumah tidak
terasa malam sudah larut dan dicafe ini sudah mulai sepi untuk pengunjung
seumuran saya. Nanti saya dipandang aneh lagi sama mereka yang berdatangan ini
sudah jam malam memang terlebih aku ini perempuan. Perempuan yang baik
menyimpan kerinduannya.
Ya
sudahlah, nanti saja kita bercerita banyak Tuhan akan memberi waktu dan tempat
untuk kita. Berharap sifat mu menjadi lebih baik tidak lagi menyebalkan datang
dan pergi. Punya keberanian untuk pengakuan mu, jangan dengarkan
bisikan-bisikan nyata yang mengahalangi niat baik kita. Aku tak bermaksud
mengadu domba mu lebih tapi kenyataan itu ada didepan mata kita bukan mata
orang lain. Jalani saja asal tidak mengusik hakhak orang lain. Kita yang
menjalani, menyemangati, memberanikan, menyatakan nya pun kita bukan orang
lain.oke.
Di
akhir cerita ku malam ini, membaynagkan kita akan menikmati temaram lampu cafe
sekedar untuk meneguk capucinno kesukaan ku dan black expresso kesukaan mu. Dan
kau menceritakan skor-skor realmadrid tim kesukaanmu walaupun aku hanya bisa
tertawa dan mengangguk tnda memahami kemenangannya. Aku tak hobi denga football
tapi tak juga tak hobi mendengar cerita tentang kesukaanmu. Karena kau pun
belum tentu menyukai buku-buku yang hobi ku baca. Perbedaan kita bukan lah masalah besar yang harus
diperdebatkan.yang diperdebatkan ini perasaan kita yang tak ingin menepi dalam
kepastian. Ya ini lah kenyataannya. Terkadang aku mulai meracau menanya apaka
ini cinta? Dan haruskan ku yang menunggu mu dan mesti ku simpan saja seperti
ini atau pertanyaan-pertanyaan lain yang membuat ku jenuh seakan kau
mengabaikan masing-masing perasaan ini.
Malam
sudah, aku harus pulang kerumah. Jika Tuhan menunjukkan kau membaca ini selamat
membaca, jika pun belum ya sudah ini melatih ku bercerita dan menulis.
Merindu
mu, Aku berani
Jakarta
yang berjarak dengan Jogja
0 komentar:
Posting Komentar