Minggu, 23 November 2014

Malam Bercerita ( bag.1)

Diposting oleh Unknown

Bukan pertama kalinya kami bercerita begini sampai larut malam. Bukan tak memasang alarm bukan juga karena menunggu hujan reda.

Suasana balkon asrama kami malam ini seakan terasa suasana keakraban yang menyatu.  Beradu dengan dingin malam sehabis hujan tadi sore. Tak terlihat juga bintang-bintang karena memang langit mendung dan pula di Jakarta suatu hadiah jika dapat menemui bintang ketika menengadah kelangit sana.

Kami tak membikin janji untuk bercerita malam ini, tak ada list juga apa yang bakal diceritakan. Tak kami buka dengan prolog yang sistematis atau seresmi sedemikian rupa. Bercerita malam ini kami mengalir dalam kepercayaan satu sama lain.

Bercerita seppeti ini lah yang selalu kami impikan sebagai penghuni asrama ISBA JAYA ini. Terhidup rasa kekeluargaan yang selalu kami jadi pembicaraan disetiap agenda rapat dan sharing.
Tadinya saya focus memecahkan skor tertinggi dalam game 2048 di handphone saya, namun terusik candaan kawan sekamar  focus pun hilang. Ambil notebook dan handset, naik tangga ke balkon asrama kami. Lalu, saya memilih menonton drama korea heartstring yang sudah beberapa hari ini saya tonton namun belum kelar-kelar juga.

Ada bangku panjang yang memuat dua orang untuk duduk disitu, saya duduk dan menonton dengan headset sehingga tidak mengganggu kawan-kawan disekeliling saya.

Kebetulan, disebelah saya ada kawan asrama juga yang duduk. Kami berdua duduk dibangku tersebut. Dia tidak menemani saya menonton, namun dia dengan kesibukannya sendiri bertelpon dengan keluarganya. Kami tak saling terganggu.

Drama korea sudah sampai pada endingnya, mata pun tak kunjung mengantuk saya putuskan untuk menonton film Indonesia ‘ 99 cahaya di eropa’. Bukan untuk pertama kali juga saya menontonnya. Setiap saya jenuh menulis, membaca, mengevaluasi kerjaan saya selalu memutar film ini. Pengen nanti bikin review film ini dari pandangan saya, tapi nanti saya lanjutkan bercerita malam ini dulu.

Sembari saya menoton, kawan sebelah saya pun mulai menyambung dengan cerita yang saya tonton ini. Kami mulailah saling bercerita.

Baiklah, saya kenalkan  kawan saya disebelah saya tadi. Nama nya rian, penghuni baru diasrama kami dan mahasiswa baru universitas tidak jauh dari asrama kami. Orang Bangka juga namun Bangka bagian selatan sana. Kami saling mengenal diasrama inilah. Dan baru beberapa bulan, tapi kuatnya ikatan keluarga orang Bangka, kami sudah seperti keluarga yang sudah lama bersama.

Dia saya anggap sudah seperti adik sendiri, sering kami mengolok-ngolok dia dengan gelar brondong. Saya sering megoloknya karena namanya sama yang sedang diJogja sana, ah, kota Jogja yang penuh rindu. Saat menyebut rian seakan rasa rindu berkurang seketika, padahal hanya sama namanya saja. Oerangnya beda, beda paras, beda karakter dan hanya nama dan jenis kelaminnya saja yang sama.

Oh iya, rian di Jogja pa kabar? Semoga baik-baik saja.:). Dan malam ini saya bercerita denga rian yang ada diasrama kami bukan yang di Jogja.

Dibalkon duduk berdua, bagaimana tidak dibully para kawan yang melihat kami duudk ercerita dengan serius terkadang tertawa juga. Ada juga yang membully kami dating dan PDKT, kami hanya mengiyakan.hahaha. meneynangkan ahti orang itu pahala,begitu saja tanggapan saya.

Kami bercerita tentang keluarga, kuliah, keiatan dikampus, pengalaman menarik, pacar, sahabat. Dar tulisan saya ini, intinya bercerita saya mala mini banyak hal yang dapatkan menjadi pembelajaran.

Rian, seorang mahasiswa baru yang baru saya kenal ini dari luarnya pendiam dan perapi. Saya beberapa kali sempat bercerita. Sesungguhnya dia tidak pendiam, kalau saja nyambung dengan lawan bicaranya. Tidak pernah mengusik orang, ramah juga, dan mudah beradaptasi. Terlihat begitu tegar, setelah bercerita tentang dia sudah belasan tahun ditinggal Ibunya karena penyakit yang diidap Ibunya, Ibunya pun meninggall saat ia masih berumur lima tahun. Hanya lima tahun bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu, tak berapa lama ayahnya pun menikah lagi dan dari mereka  8 saudara tidak seorang pun yang setuju. Tetapi ayah nya tetap menikah dan sekarang sudah berpisah dengan Ibu tiri mereka itu.

Rian jarang serumah dengan ayahnya, ia memilih serumah dengan abangnya yang paling ia segani dan abangnya yang satu ini sangat openminded, bertanggungjawab terhadapnya dan mendukung kuliahnya.

Rian berasal dari keluarga yang berkecukupan tetapi perawakannya biasa saja, dan sedikit keras. Dikarena didikan para abangnya. Terlihat pendiam dan keras. Seorang anak yang dilingkungan keluarga tanpa kasih sayang Ibu mempengaruhi rian begitu bebas, tempat curhat terasa terbatas terhadap keluarga, karena Ibulah yang menjadi tempat curhat keluarga yang paling bijak. Rian curhat dengan kakaknya yang serumah dengannya, yang selama ini merawatnya.

Kami saling bercerita, namun saya lebih memberi kesempatan yang luas untuk rian bercerita karena jarang ia memiliki tema bercerita selain dengan menelpon kakaknya dan pacarnya.

Keadaan ayah yang kurang perhatian, tidak percaya dengan kemampuannya, menjadi panutan untuk teman sebayanya disekolah, pacaran dengan teman satu sekolah tidak seorang pun yang tahu sampai dikelas tiga.

Mendengar banyak ceritanya, ia begitu sosok yang dewasa, tegas dan memiliki mimpi besar. Menemukan sahabat itu mudah tapi membawa kehidupan persahabatan itu yang sulit. Saya seperti sudah bersahabat lama dengannya.

Begitulah kami bercerita tadi malam, ya cerita semoga malam-malam selanjutnya lebih penuh pembelajaran ya.


Bercerita tak mesti ada satu cangkir kopi duluJ

0 komentar:

Posting Komentar

 

Aluna Alanis's Life Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting