Bukan pertama kalinya kami
bercerita begini sampai larut malam. Bukan tak memasang alarm bukan juga karena
menunggu hujan reda.
Suasana balkon asrama kami malam
ini seakan terasa suasana keakraban yang menyatu. Beradu dengan dingin malam sehabis hujan tadi
sore. Tak terlihat juga bintang-bintang karena memang langit mendung dan pula
di Jakarta suatu hadiah jika dapat menemui bintang ketika menengadah kelangit
sana.
Kami tak membikin janji untuk
bercerita malam ini, tak ada list juga apa yang bakal diceritakan. Tak kami
buka dengan prolog yang sistematis atau seresmi sedemikian rupa. Bercerita
malam ini kami mengalir dalam kepercayaan satu sama lain.
Bercerita seppeti ini lah yang
selalu kami impikan sebagai penghuni asrama ISBA JAYA ini. Terhidup rasa
kekeluargaan yang selalu kami jadi pembicaraan disetiap agenda rapat dan
sharing.
Tadinya saya focus memecahkan
skor tertinggi dalam game 2048 di handphone saya, namun terusik candaan kawan
sekamar focus pun hilang. Ambil notebook
dan handset, naik tangga ke balkon asrama kami. Lalu, saya memilih menonton
drama korea heartstring yang sudah beberapa hari ini saya tonton namun belum
kelar-kelar juga.
Ada bangku panjang yang memuat
dua orang untuk duduk disitu, saya duduk dan menonton dengan headset sehingga
tidak mengganggu kawan-kawan disekeliling saya.
Kebetulan, disebelah saya ada
kawan asrama juga yang duduk. Kami berdua duduk dibangku tersebut. Dia tidak
menemani saya menonton, namun dia dengan kesibukannya sendiri bertelpon dengan keluarganya.
Kami tak saling terganggu.
Drama korea sudah sampai pada
endingnya, mata pun tak kunjung mengantuk saya putuskan untuk menonton film
Indonesia ‘ 99 cahaya di eropa’. Bukan untuk pertama kali juga saya menontonnya.
Setiap saya jenuh menulis, membaca, mengevaluasi kerjaan saya selalu memutar
film ini. Pengen nanti bikin review film ini dari pandangan saya, tapi nanti
saya lanjutkan bercerita malam ini dulu.
Sembari saya menoton, kawan
sebelah saya pun mulai menyambung dengan cerita yang saya tonton ini. Kami mulailah
saling bercerita.
Baiklah, saya kenalkan kawan saya disebelah saya tadi. Nama nya rian,
penghuni baru diasrama kami dan mahasiswa baru universitas tidak jauh dari
asrama kami. Orang Bangka juga namun Bangka bagian selatan sana. Kami saling
mengenal diasrama inilah. Dan baru beberapa bulan, tapi kuatnya ikatan keluarga
orang Bangka, kami sudah seperti keluarga yang sudah lama bersama.
Dia saya anggap sudah seperti
adik sendiri, sering kami mengolok-ngolok dia dengan gelar brondong. Saya
sering megoloknya karena namanya sama yang sedang diJogja sana, ah, kota Jogja
yang penuh rindu. Saat menyebut rian seakan rasa rindu berkurang seketika,
padahal hanya sama namanya saja. Oerangnya beda, beda paras, beda karakter dan
hanya nama dan jenis kelaminnya saja yang sama.
Oh iya, rian di Jogja pa kabar?
Semoga baik-baik saja.:). Dan malam ini saya bercerita denga rian yang ada
diasrama kami bukan yang di Jogja.
Dibalkon duduk berdua, bagaimana
tidak dibully para kawan yang melihat kami duudk ercerita dengan serius
terkadang tertawa juga. Ada juga yang membully kami dating dan PDKT, kami hanya
mengiyakan.hahaha. meneynangkan ahti orang itu pahala,begitu saja tanggapan
saya.
Kami bercerita tentang keluarga,
kuliah, keiatan dikampus, pengalaman menarik, pacar, sahabat. Dar tulisan saya
ini, intinya bercerita saya mala mini banyak hal yang dapatkan menjadi
pembelajaran.
Rian, seorang mahasiswa baru yang
baru saya kenal ini dari luarnya pendiam dan perapi. Saya beberapa kali sempat
bercerita. Sesungguhnya dia tidak pendiam, kalau saja nyambung dengan lawan
bicaranya. Tidak pernah mengusik orang, ramah juga, dan mudah beradaptasi.
Terlihat begitu tegar, setelah bercerita tentang dia sudah belasan tahun
ditinggal Ibunya karena penyakit yang diidap Ibunya, Ibunya pun meninggall saat
ia masih berumur lima tahun. Hanya lima tahun bisa merasakan kasih sayang
seorang Ibu, tak berapa lama ayahnya pun menikah lagi dan dari mereka 8 saudara tidak seorang pun yang setuju.
Tetapi ayah nya tetap menikah dan sekarang sudah berpisah dengan Ibu tiri
mereka itu.
Rian jarang serumah dengan
ayahnya, ia memilih serumah dengan abangnya yang paling ia segani dan abangnya
yang satu ini sangat openminded, bertanggungjawab terhadapnya dan mendukung
kuliahnya.
Rian berasal dari keluarga yang
berkecukupan tetapi perawakannya biasa saja, dan sedikit keras. Dikarena
didikan para abangnya. Terlihat pendiam dan keras. Seorang anak yang
dilingkungan keluarga tanpa kasih sayang Ibu mempengaruhi rian begitu bebas,
tempat curhat terasa terbatas terhadap keluarga, karena Ibulah yang menjadi
tempat curhat keluarga yang paling bijak. Rian curhat dengan kakaknya yang
serumah dengannya, yang selama ini merawatnya.
Kami saling bercerita, namun saya
lebih memberi kesempatan yang luas untuk rian bercerita karena jarang ia
memiliki tema bercerita selain dengan menelpon kakaknya dan pacarnya.
Keadaan ayah yang kurang
perhatian, tidak percaya dengan kemampuannya, menjadi panutan untuk teman
sebayanya disekolah, pacaran dengan teman satu sekolah tidak seorang pun yang
tahu sampai dikelas tiga.
Mendengar banyak ceritanya, ia
begitu sosok yang dewasa, tegas dan memiliki mimpi besar. Menemukan sahabat itu
mudah tapi membawa kehidupan persahabatan itu yang sulit. Saya seperti sudah
bersahabat lama dengannya.
Begitulah kami bercerita tadi
malam, ya cerita semoga malam-malam selanjutnya lebih penuh pembelajaran ya.
Bercerita tak mesti ada satu
cangkir kopi duluJ