Gutten
Tag, Mr. Ry
Apa
kabar mu sekarang? Ini surat ku yang kesekian kalinya dalam menunggu mu yang
semakin tak member kejelasan. Disini ku
ingin surat ini lah akhir dari menunggu ku kepada mu dalam penantian semu ini. Tidak
ada pertanyaan yang bagus kecuali menanyai kabarmu, dan memang basi seperti
surat-surat terdahulu. Aku sudah mulai lancar
dengan bahasa jerman sekarang, aku mencoba menyapa mu dengan sapaan orang
jerman ya. Hehe.
Baru
bulan kemarin aku menyempatkan menulis surat yang tak ku harap kau baca, hanya
saja itu curahan hati ku. Kita tidak kehilangan komunikasi, namun dalam
komunikasi kita masih banyak yang tersirat dan perlu tersurat.
Kita
masih saling menyapa via social media, sesekali tak aku atau kau pun yang
merespon satu sama lain. Jujur, terkadang aku sudah jenuh dengan ketidakjelasan
yang dibuat kau itu.
Beberapa
postingan diblog ku, aku menulis semua tentang perasaan ku sekarang-sekarang
ini. Aku sudah mengungkapkannya semua. Dan ini jalan terbaik untuk aku
melangsungkan hidup sebgai perempuan yang kuat. Ketika menyudahi drama yang
berujung aku harus menjadi pembawa seserahan saat pernikahan kakak kelas yang
sempat membuat aku tersanjung dengan kedekatan kami. Tapi pupus sudah, ia sudah
menikah dan aku sangat mengikhlaskannya. Tak ada kesedihan yag harus berhari-hari
ku ratap. Malah kesedihan itu, datang dari
sikap mu itu dalam menyikapi hubungan
kita yang katanya saling menyayangi.
Kita
memang belum memiliki status hubungan yang sudah melewati upacara sacral tapi
kita mengenal dan memahami artian perasaan dalam ranah hubungan antar manusia,
tak sekedar pertemanan biasa. Ya, saling mencintai. Persiapan saja kita belum
siap, apalagi melaksanakan kesakralan itu. Masih jauh jika kita berdiskusi
tentang pernikahan. Karena jelas untuk mengikat hubungan pertemanan kita yang
tak biasa adalah pernikahan.
Malu
juga jika memahami peraturan Tuhan tentang pendampingg hidup bagaimana aku
harus bersikap dan menantinya. Kau bukan lah jawabannya untuk sekarang, tidak
tahu juga nanti.
Malam
itu, kau kira aku tak deg-degan untuk menelpon mu untuk mengungkapakan apa yang
aku perbuat selama ini. Seolah jantung ku berdetak cepat seperti kecapean
setelah lari pagi. Aku tidak mau lagi menunda, menunggu karena semakin lama ini
semakin larut.
Aku
meminta maaf malam itu untuk kesalahan terbesar ku selalu menunggu mu, mengatasnamakan
mu setiap dari kesedihan dan kegalauan ku, dan selalu memberimu kabar-kabar ku
yang tak penting bagi mu. Kupikir kau jauh tak kan memaafkan mu. Aku bersyukur kau
begitu pemaaf. Terimakasih banyak.
Menyayangimu
adalah kesempatan yang luarbiasa dari Nya untuk ku,. Tentang perasaan itu
masing-masing kita saja yang merasa da menerjemahkannya. Tentang sayang dan
cinta, tak mesti aku harus menjadi milik dan pendampingmu. Toh, kita memang
berteman selama ini. Tentang keinginan akan keromantisan yang aku khayalkan
sudah ku rekam dan menjadi memori disetiap sudut masa lalu kita masih saling
menyayangi dan mengharapkan satu sama lain. Tentang keluarga mu yang sangat
menyabut ku barangkali, nanti kau kenalkan saja aku sebagai sahabat mu. Tentang
teman-teman yang berempati dengan
hubungan kita ini, mereka sangat bijaksana mememahaminya. Sayang dan cinta kita yang sempat mengisi hari-hari
kita tak mesti ahkirnya aku menjadi pendamping mu, tapi aku sahabat mu.
Aku
perempuan biasa saja, tidak ada kelebihan yang kau damba-dambakan. Sebenarnya bukan
kelebihan, bukan kecocokan bukan pula kesukaan yang harus kita tuntut dalam sebuah
hubungan tetapi melengakapi. Itu yang ingin kau lakukan bersama mu. Tapi itu
sudah mimpi lama, kini aku sudah ingin menyudahinya saja. Tidak ada sesal. Jika
saja kedepannya kita di beri kesempatan kembali oleh Nya. Mudah saja, kembali
lagi kita saling memperbaiki diri dan menerapkan saling melengkapi.
Dan
ini pula akhir dari surat pertama dan kedua.
Semoga suatu saat ada kejelasan dari mu yang membuat aku tersenyum.
Lets
be my friend Mr. Ry J
0 komentar:
Posting Komentar