Rabu, 10 Desember 2014

Kegaguman Terbatas : Tidak ada Hak Saya

Diposting oleh Unknown


Merasa menjadi orang pertama yang diberi tahu tentang kabar bahagia nya dari sekian orang terdekatnya. Tapi, tidak tahu juga, saya yang menebak itu. Jangan dipermasalahkan. Melanjutkan cerita kekaguman yang wajar kemarin. Sesungguhnya setiap apapun ada awal dan akhirnya. Begitu juga kekaguman. Perasaan yang akhir-akhir ini meracuni pikiran ku untuk diet dan menulis sebanyak-banyaknya karena ruang merah didalam tubuh ku tak kuat membentang lapak tentang perasaan yang sudah banyak ku berkisah kepada teman-teman. Seperti curahan hati dari perempuan yang sedang bergejolak hati tentang jatuh cinta. Jatuh cinta yang masih biasa.

Cara memberitahu ku tentang kabar bahagia itu, menurut ku tak biasa. Karena masih perasaan ku terkontaminasi dengan kekaguman ku. Beberapa bulan terakhir, kami banyak berkomunikasi secara tidak langsung. Terbawa juga perasaan ku. Dari mulai aku menebak dia yang mengkode suatu hal, menebak perasaan, menerka keinginan nya.

Kami sering bercerita, kami mulai terbuka saja tentang pemikiran-pemikiran yang tak biasa, komunikasi kami pun mulai mengalir saja, tak sesegan kami baru kenal, tak sehormat karena kami berbeda angkatan juga. Menyapa tak menyalam sudah biasa, mengawal tak bermaksud pun iya, dan menghilang pun tanpa sebab.

Saling berkabar, saling mencemas, saling penasaran dan itu yang terjadi. Aku pun seperti seorang psikolog membaca semua gerak-gerik yang terjadi. Dan ku berani saja menyimpulkan Oh perasaan ku ini ada benar nya. Tak sempat juga ku cerita pada siapapun.  Hanya ada dalam perasaan ku sendiri.

Kami mulai bercerita tentang kehidupan cintanya seorang adam kepada hawa. Aku mulai bergetar tak keruan, mulai merasa percaya diri. Tapi, berakhir juga getar itu saat ia menyatakan ia kan mengakhiri masa lajangnya pada tahun ini. Bagaimana tidak hilang getar ku, tak memungkinkan juga aku adalah hawa nya, bukan dari kesiapanku, aku pun bukanlah tipenya mungkin, tapi keahlianku mendramakan perasaan ini, aku terbawa suasana. Kami melanjutkan cerita-cerita hidup ini. Kekagumanku  bertambah kuat. Seorang adam yang sering berkomunikasi dengan ku sekarang adalah tipe adam yang ku tunggu, yang menjadi mimpi ku, dan menjadi asa jatuh cinta ku.

Kembali lagi kami bercerita, ya ia ingin menikah tahun ini. Dan masih belum bercerita penuh siapa hawa yang beruntung dengan cinta nya yang semakin membuat  aku menguatkan Cinta Nya. Aku belum merasa ia mulai menjauh ku, malah aku merasa kami semakin akrab, sudah ku bilang tak ada lagi batas keseganan diantara kami. Aku mulai berjaga-jaga ini perasaan drama yang ku punya.

Hari-hari masih bersama kami, kami pun tak saling menjauh, masih seperti biasa, berdiskusi, dan saling memberi inspirasi terlebih ia yang selalu memberi ku ispirasi. Banyak hal.

Tiba lah, waktunya ia semakin memberi pujian kepada ku, ternyata aku merasakan sendiri pantangnya pujian kepada perempuan. Ya begini jadinya, aku terbawa drama pujian itu. Aku semakin tak mengerti dan sendiri mencoba-coba menebak apa hal ini. Kekaguman ku semakin menjadi saja, seolah lupa perempuan yang ia dekati ini. Perempuan yang mencoba tak mudah terpesona, tak mudah mengagumi, dan apalagi mencinta seperti laila majnun.

Dan beberapa kali kebetulan yang terjadi malah memotivasku untuk membenarkan perasaan ku dan meyakini suatu anugrah Tuhan dengan  seyakin-yakinnya.
Tibalah waktu ia memberi kabar bahagia itu, tersedak berat ku dibuatnya. Ia akan menikah dua minggu lagi, saat ia mengabarinya dan langsung mengirimkan ku undangan itu. Aku seakan terpuruk tak beralasan. Bodoh sekali ku pikir.  Malam yang sangat membuatku berjalan saja tak kuat ketika menerima undangnan sakral itu.

Menanti hari bahagianya pun tak merubah komunikasi kami, malah semakin menyatakan kami adalah keluarga. Aku yang terbawa perasaan seakan tersiksa. Haha. Berlebihan. Kekaguman ku pun terbatas. Terbangun dari tidur ku yang selalu memimpikan kekaguman ini. Tersadar kekaguman ku ia adalah sosok pengajar hidup bagi ku, mentor untuk kesuksesan ku, dan teman yang saling memotivasi.

Aku mulai menjauh sebenarnya, tapi ia malah ingin aku selalu berkomunikasi dengan nya dan juga dengan hawa yang ia persuntingkan. Oh, sangat dramatis sekali apa yang ku lakukan dalam dunia ini.

Tak ada yang berubah, tak ada yang jauh sebelum ia melafazkan akad kepada hawa yang ia pilihkan untuk menjadi pendamping hidupnya.

Detik-detik ia akan melangsungkan akad, tetap saja berkomunikasi dengan ku. Kami masih bercerita, mendoakan, dan ya masih saling memotivasi. Aku masih normal, aku memutuskan ikhlaskan mengakhiri kekaguman ku. Setelah akad itu selesai kami tak lagi seperti detik-detik tadi. Aku mengerti etika begitu pun ia. Perasaan kemarin hanya cerita kemarin yang ketika ku kisahkan ini hanya cerita masa lalu. Kekaguman itu ku akhiri setelah terdengar ijab Kabul ia memepersunting hawa yang ia pilih. Sudah selesai, aku bisikkan kepada perasaan ku. Tak ada hak lagi saya. Kami sebatas saudara. Aku sebatas adik angkatan nya, dan murid kehidupan yang pernah belajar darinya. Aku yang pernah kagum dengannya, bukan kekaguman ku ini hilang tapi terbatas.

Lelah aku jika mengikuti perasaan saat berlangsungnya hari bahagianya dan aku menyaksikan sendiri dan mengiringi keihklasan yang hampir saja melarikan diri.
Kekaguman terbatas, setelah ia menikah kami baru beberapa hari saja ya tidak ada komunikasi apapun, memulai saja aku masih takut akan dosa. Seperti ada yang hilang saja tentang perasaan ini. Hanya doa dan ucapan selamat  yang ku bingkiskan untuk menguatkan keihlasan ku.

“ Barakalllah, selamat menempuh hidup yang baru yang menuju kesempurnaan, semoga pernikahanmu sakinah, mawaddah, warrahmah”.

Salam kenal mbakJ Alhamdullillah, bertambah jua personil kelurga yang penuh inspirasi. Kalian lah mentor ku dalam menggapai kesuksesan yang ku impikan.





0 komentar:

Posting Komentar

 

Aluna Alanis's Life Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting